Design thinking adalah langkah awal untuk mengatasi masalah-masalah yang tidak jelas atau tidak dikenal.  Melakukan reframing masalah dengan cara-cara yang berpusat pada manusia, menciptakan banyak ide dalam brainstorming, dan mengadopsi pendekatan langsung dalam pembuatan prototype dan testing menjadi aktivitas utama pada design thinking. Design Thinking juga melibatkan eksperimen yang sedang berjalan, membuat sketsa, membuat prototype, testing, dan mencoba berbagai konsep dan ide.

Pengertian Design Thinking

Design Thinking adalah pendekatan berulang yang berfokus pada eksplorasi pemahaman lebih mendalam terhadap pengguna, mengajukan pertanyaan tentang masalah, serta menggugah empati terhadap target pengguna. Dalam upaya ini, kita merangsang pemikiran kreatif, menantang asumsi, dan merevisi pandangan kita terhadap masalah. Design Thinking juga membawa pendekatan solusi-berorientasi dalam rangka mengatasi tantangan. Ini menciptakan lingkungan untuk merumuskan strategi dan ide alternatif yang mungkin terlewatkan pada awalnya. Keseluruhan pendekatan ini membentuk kerangka kerja untuk cara berpikir dan berkerja serta mencakup beragam metode praktis.

Tahapan dalam Proses Design Thinking

Design Thinking mengikuti serangkaian tahapan yang terstruktur dan berulang, membimbing kita melalui perjalanan eksplorasi kreatif untuk memahami, merumuskan ulang, dan menemukan solusi inovatif terhadap masalah yang kompleks.

1. Empathise

Langkah awal dalam proses Design Thinking adalah mendapatkan wawasan empatik terhadap permasalahan yang ingin diselesaikan. Hal ini melibatkan kolaborasi dengan para ahli dan konsultan untuk mengumpulkan informasi melalui pengamatan, interaksi, dan empati dengan individu terkait. Pendekatan ini memungkinkan kita untuk memahami secara mendalam pengalaman dan dorongan mereka, membantu kita membentuk pemahaman yang lebih jelas mengenai esensi masalah yang dihadapi. Dalam konteks desain yang berpusat pada manusia seperti Design Thinking, empati menjadi elemen kunci yang memungkinkan para perancang untuk menghindari asumsi pribadi dan mendapatkan wawasan yang lebih dalam mengenai pengguna serta kebutuhan mereka.

2. Define

Tahap Define dalam proses Design Thinking melibatkan penggabungan dan analisis mendalam atas informasi yang terkumpul selama tahap Empathise. Di sini, tim perancang berusaha merumuskan inti dari masalah yang diidentifikasi, dengan penekanan pada pernyataan yang mengarah pada kebutuhan dan pengalaman pengguna. Alih-alih merinci masalah dalam konteks perusahaan, fokus ditempatkan pada pandangan berpusat pada manusia. Hasil dari tahap ini adalah mengembangkan pernyataan masalah yang memberikan landasan bagi solusi-solusi yang akan datang, dengan tujuan memungkinkan pengguna mengatasi tantangan dengan tingkat kesulitan yang rendah, serta membangun fitur dan elemen yang mendukung pemecahan masalah tersebut.

Baca Juga: Tips Jitu Manajemen Waktu yang Efektif

3. Ideate

Pada tahap ketiga proses Design Thinking, perancang siap menghasilkan ide setelah memahami pengguna dan kebutuhan mereka (Empathize), serta menganalisis pengamatan dalam pernyataan masalah berpusat pada manusia (Define). Dengan landasan kuat ini, tim menggunakan beragam teknik seperti Brainstorm, Brainwrite, Worst Possible Idea, dan SCRAMPER untuk menggali solusi kreatif. Sesi Brainstorm dan Worst Possible Idea merangsang pemikiran bebas dan ekspansi masalah, sementara teknik Ideation lainnya membantu menyelidiki dan menguji ide, memastikan pemecahan masalah yang optimal.

4. Prototype

Tim perancang akan menciptakan beberapa iterasi produk yang sederhana dan terperinci atau fitur-fitur khusus yang ada dalam produk, dengan tujuan menyelidiki solusi masalah yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya. Prototipe dapat diuji dalam tim itu sendiri, di departemen lain, atau dengan sekelompok kecil orang di luar tim perancang. Ini adalah fase eksperimental yang bertujuan mengidentifikasi solusi optimal bagi masalah yang telah diidentifikasi selama tiga tahap awal. Solusi-solusi ini diwujudkan dalam bentuk prototipe, dan masing-masing diuji, dievaluasi, diperbaiki, dan direvisi berdasarkan pengalaman pengguna.

Pada akhir tahap ini, tim perancang akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang keterbatasan produk dan masalah yang ada, serta akan memiliki pandangan yang lebih jelas mengenai bagaimana pengguna sebenarnya akan berperilaku, berpikir, dan merasakan saat berinteraksi dengan produk akhir.

5. Testing

Para perancang melakukan uji coba yang ketat terhadap produk lengkap menggunakan solusi terbaik yang telah diidentifikasi selama fase pembuatan prototipe. Ini merupakan tahap akhir dari proses Design Thinking, namun dalam iterasi berkelanjutan, hasil-hasil dari pengujian sering digunakan untuk mengajukan ulang satu atau lebih masalah dan untuk memberikan wawasan tentang pemahaman pengguna, situasi penggunaan, pola berpikir, perilaku, emosi, serta empati. Bahkan di dalam fase ini, perbaikan dan penyempurnaan terus dilakukan untuk mengeliminasi solusi-solusi yang tidak efektif dan mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang produk dan pengguna.

Contoh Penerapan dalam Bisnis Digital

Sebuah contoh implementasi Design Thinking dalam skala besar dapat ditemukan di Estonia, negara pasca-Soviet, melalui proyek yang dikenal sebagai e-Estonia. Inisiatif ini, yang revolusioner, memiliki potensi untuk mengubah negara tersebut dari tradisional menjadi masyarakat digital masa depan. Tujuan e-Estonia adalah mengintegrasikan semua aspek negara, termasuk pemungutan suara, layanan kesehatan, pajak, pendidikan, dan kepolisian, dalam satu platform. Dampaknya sangat signifikan, seperti penghapusan pengisian formulir berulang dan memungkinkan institusi seperti bank mengakses data dari lembaga lain seperti kantor pajak. 

Ini menghilangkan kerumitan birokrasi dan memungkinkan warga untuk fokus pada hal-hal yang lebih berarti dalam hidup mereka. Selain menghemat biaya hingga 2% dari PDB dan merangsang investasi global, pendekatan inovatif ini membuktikan bahwa prinsip-prinsip Design Thinking adalah valid dan mampu melampaui kreativitas semata. Hal ini mencerminkan semangat untuk menghadapi konvensi serta mengintegrasikan berbagai perspektif, sesuai dengan prinsip pemikiran desain yang mengajukan pertanyaan tentang esensi proses perancangan itu sendiri.       

Baca Juga: Bongkar 5 Kebiasaan Belajar Maudy Ayunda Hingga Berhasil Masuk Oxford University